(reportase Ibadat Jumat Agung KKIHK. Dimuat di Koran Suara Hong Kong)
Perayaan Jumat Agung adalah rangkaian Pekan Suci dalam
tradisi liturgi Katolik. Peringatan wafat dan kebangkitan Yesus Kristus
biasanya dimulai dengan Minggu Palma, saat Yesus memasuki Yerusalem dan
disambut bagaikan seorang Raja. Setelahnya, kisah Yesus diingat dalam Tri Hari
Suci yaitu Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci. Sebelum masuk dalam
peringatan kebangkitan pada hari Raya Paskah, salah satu hari kunci untuk
mengenang Yesus adalah Ibadat Jumat Agung. Pada Ibadat Jumat Agung biasanya semua simbol di
dalam Gereja ditutupi dengan kain ungu. Tidak ada iringan alat musik
sebagai untuk mendukung situasi sedih dan duka yang mendalam.
Komunitas Katolik Indonesia di Hong Kong (KKIHK),
memperingati Jumat Agung dengan membuat tablo atau dramatisasi kisah sengsara
Yesus Kristus. Tablo tersebut dibuat di Sing Yin Secondary School, New Clear
Water Bay, Kowloon (Jumat, 19/04/2019). Tablo Jumat Agung dimulai pada pukul
12.30. Cuaca yang sedikit mendung. Menarik bahwa tablo
ini hampir semua pemerannya adalah perempuan. Mengapa? Karena KKIHK memang
didominasi oleh perempuan yang sebagian besar mereka adalah para pekerja migran
di Hong Kong. Peran-peran seperti para murid Yesus, prajurit, Yudas Iskariot, Pontius
Pilatus, Simon dari Kirene diperankan oleh perempuan. Hanya peran Yesus
dimainkan oleh Romo Heribertus SVD dan Imam Agung diperankan oleh Romo Guntoro
SCJ. Tablo yang syarat dengan “mimesis” kisah Yesus kali ini mengambil judul
“Berjalan Bersama Yesus Menuju Bukit Golgota.”
Ibadat Jumat Agung sendiri dipimpin oleh Romo Petrus
Santosa, SCJ. Dramatisasi kisah sengsara Yesus dibuat sebagai bagian yang tidak
terpisah dari proses Ibadat Jumat Agung, yaitu dengan memvisualisasikan bacaan
Injil dengan adegan-adegan yang diulang seturut dengan kisah aslinya. Adegan
dimulai dengan Yesus yang berdoa di Taman Getzemani. Dalam taman itulah, tampak
kemanusiaan Yesus. Dia yang berdoa dengan perasaan sedih dan takut menghadapi
kematian. Dia meminta muridnya untuk berjaga, namun semuanya malah tertidur
lelap. Saat Yesus sedang berdoa itulah, Yudas Iskariot datang bersama tiga
orang prajurit. Dia adalah salah satu murid Yesus. “Saudaraku, untuk itukah
kamu datang? Dengan ciuman dan uang kamu menyerahkan Aku kepada mereka?”, tanya
Yesus kepada Yudas Iskariot.
Kisah Yesus dijual oleh muridnya sendiri menjadi salah satu
narasi penting dalam proses kisah sengsara Yesus. Karena setelah itu Yesus
dibawa ke Mahkamah Agama. Dihadapan Mahkamah Agama yang dipimpin oleh Kayafas,
Yesus mulai dihujat. Dia mulai dihina serta dipertanyakan apakah Dia sungguh
mesias? Namun, Kayafas tidak merasa memiliki hak untuk menghukum Yesus, meskipun orang
banyak sudah berteriak, “Dia harus dihukum mati!”. Akhirnya, Kayafas pun
mengirim Yesus ke Pontius Pilatus yang waktu itu menjadi wakil dari pemerintah
Romawi. Di tengah kerumunan orang banyak yang menggiring Yesus ke Pontius
Pilatus masih ada satu adegan yang tidak bisa dilupakan yaitu penyangkalan
Petrus sebanyak tiga kali. Penyangkalan yang sudah diramal oleh Yesus sendiri.
Petrus sempat menatap wajah Yesus dan lalu menyesal. Petrus lari sambil
menangis.
Di hadapan Pontius Pilatus inilah “perdebatan” tentang
kekuasaan digambarkan begitu sengit. Pilatus sebagai wakil pemerintah Romawi
sudah mendengar tentang “klaim” Yesus sebagai penguasa orang Yahudi. Maka, dari
kaca matanya, Pilatus selalu mempersoalkan tentang kekuasaan Yesus itu. Dalam
sistem pemerintahan Romawi, Pilatus tahu bahwa ada Raja Romawi yang harus
dijunjung, dihormati dan dibela, dan sekarang ada seorang Yesus yang berani
mendaku dirinya sebagai seorang raja. Percakapan panjang terjadi dalam adegan
ini. Dalam catatan sejarah, adegan Yesus dihadapan Pilatus inilah yang kemudian
melahirkan tulisan yang sangat terkenal di salib Yesus, yaitu I N R I. Tulisan
itu merupakan kepanjangan dari bahasa Latin: Iesus Nazarenus, Rex Iudaerum (Yesus Orang Nazaret, Raja Orang
Yahudi).
Pilatus sebenarnya juga tidak menemukan kesalahan pada diri
Yesus, namun atas desakan orang banyak dia menjadi bimbang untuk mengambil
keputusan. Claudia, istri Pilatus, bahkan mendorong dia agar tidak mengorbankan
Yesus demi jabatan. Dia meminta Pilatus untuk bertobat. Tetapi hal itu justru
membuat Pilatus bingung. Di tengah kebingungan itu, Pilatus kemudian
menyodorkan solusi kepada tekanan orang banyak yang menuntut Yesus dihukum
mati yakni dengan membebaskan seorang tawanan. Dalam tradisi Yahudi, pada masa Paskah biasanya pemerintah Romawi
memberikan remisi hukuman kepada salah satu tahanan. Maka Pilatus pun
menyodorkan Barabas kepada orang banyak. Dia berkata, “Maukah kalian, supaya
aku membebaskan raja orang Yahudi ini bagimu? Atau Barabas, seorang penjahat
yang telah banyak menyusahkan kalian semua?” Jawab orang banyak, “Jangan dia,
melainkan Barabas. Bebaskan Barabas!!”
Pilatus sebenarnya masih ingin menahan agar Yesus tidak
dihukum salib, namun hanya dicambuk saja agar Yesus tidak mati di salib. Namun,
tekanan orang banyak semakin menggila dan membuat Pilatus, demi jabatannya,
akhirnya cuci tangan di sebuah tempayan sambil berkata, “Lihatlah, aku mencuci
tanganku, tanda aku tidak bertanggungjawab atas darah orang ini!” Adegan
ditutup dengan Imam Agung, diperankan oleh Romo Guntoro, dengan membanting
tempayan. Dan saat itulah, adegan jalan salib dimulai. Yesus yang tidak
bersalah harus diolok-olok, diludahi, dicambuk dan akhirnya diberi mahkota
duri. Yesus kemudian diminta untuk membawa salib kayu yang berat menuju bukit
tengkorak, yang dalam bahasa Ibrani sering disebut Golgota.
Dalam perjalanan menuju Golgota, Yesus mengalami penyiksaan
yang luar biasa sebagai manusia. Beberapa kali Yesus harus jatuh dibawah salib
yang dibawanya. Pada adegan Yesus jatuh kedua kalinya, tablo kali ini sangat
pas dengan masyarakat di Indonesia, yaitu saat Simon dari Kirene diminta untuk
memanggul salib Yesus. Adegan ini seolah mengingatkan kita semua pada situasi
masyarakat setelah PEMILU yang harus kembali menanggung situasi masyarakat yang
porak-poranda akibat dari hujatan, makian, cemoohan dan saling melempar
kebencian di antara saudara sebangsa. Kita seolah diajak untuk kembali memanggul
salib “sosial” kita bersama untuk menuju Golgota.
Memang di bukit itu, Yesus akan menemui ajalnya di kayu salib. Namun, setelah ajal menjemput, keteguhan sikapNya untuk membela kedosaan umat manusia akan paripurna sebagai manusia. Setelah tiga hari, sebagai imbalan atas tekad kuat untuk mencintai umatnya, Yesus yang mati itu akan dibangkitkan oleh Allah Bapa. Itulah Paskah bagi umat beriman. Seperti juga Simon dari Kirene yang bersedia memanggul salib Yesus, kita semua diajak untuk memanggul salib “sosial” kita bersama, agar kita bisa bangkit bersama sebagai manusia untuk menatap hari depan penuh harapan dan iman.
Memang di bukit itu, Yesus akan menemui ajalnya di kayu salib. Namun, setelah ajal menjemput, keteguhan sikapNya untuk membela kedosaan umat manusia akan paripurna sebagai manusia. Setelah tiga hari, sebagai imbalan atas tekad kuat untuk mencintai umatnya, Yesus yang mati itu akan dibangkitkan oleh Allah Bapa. Itulah Paskah bagi umat beriman. Seperti juga Simon dari Kirene yang bersedia memanggul salib Yesus, kita semua diajak untuk memanggul salib “sosial” kita bersama, agar kita bisa bangkit bersama sebagai manusia untuk menatap hari depan penuh harapan dan iman.
No comments:
Post a Comment