Tuesday, April 23, 2019

SALIB ITU DIPANGGULNYA BERSAMA SIMON


(reportase Ibadat Jumat Agung KKIHK. Dimuat di Koran Suara Hong Kong)

Perayaan Jumat Agung adalah rangkaian Pekan Suci dalam tradisi liturgi Katolik. Peringatan wafat dan kebangkitan Yesus Kristus biasanya dimulai dengan Minggu Palma, saat Yesus memasuki Yerusalem dan disambut bagaikan seorang Raja. Setelahnya, kisah Yesus diingat dalam Tri Hari Suci yaitu Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci. Sebelum masuk dalam peringatan kebangkitan pada hari Raya Paskah, salah satu hari kunci untuk mengenang Yesus adalah Ibadat Jumat Agung. Pada Ibadat Jumat Agung biasanya semua simbol di dalam Gereja ditutupi dengan kain ungu. Tidak ada iringan alat musik sebagai untuk mendukung situasi sedih dan duka yang mendalam.

Komunitas Katolik Indonesia di Hong Kong (KKIHK), memperingati Jumat Agung dengan membuat tablo atau dramatisasi kisah sengsara Yesus Kristus. Tablo tersebut dibuat di Sing Yin Secondary School, New Clear Water Bay, Kowloon (Jumat, 19/04/2019). Tablo Jumat Agung dimulai pada pukul 12.30. Cuaca yang sedikit mendung. Menarik bahwa tablo ini hampir semua pemerannya adalah perempuan. Mengapa? Karena KKIHK memang didominasi oleh perempuan yang sebagian besar mereka adalah para pekerja migran di Hong Kong. Peran-peran seperti para murid Yesus, prajurit, Yudas Iskariot, Pontius Pilatus, Simon dari Kirene diperankan oleh perempuan. Hanya peran Yesus dimainkan oleh Romo Heribertus SVD dan Imam Agung diperankan oleh Romo Guntoro SCJ. Tablo yang syarat dengan “mimesis” kisah Yesus kali ini mengambil judul “Berjalan Bersama Yesus Menuju Bukit Golgota.”

Ibadat Jumat Agung sendiri dipimpin oleh Romo Petrus Santosa, SCJ. Dramatisasi kisah sengsara Yesus dibuat sebagai bagian yang tidak terpisah dari proses Ibadat Jumat Agung, yaitu dengan memvisualisasikan bacaan Injil dengan adegan-adegan yang diulang seturut dengan kisah aslinya. Adegan dimulai dengan Yesus yang berdoa di Taman Getzemani. Dalam taman itulah, tampak kemanusiaan Yesus. Dia yang berdoa dengan perasaan sedih dan takut menghadapi kematian. Dia meminta muridnya untuk berjaga, namun semuanya malah tertidur lelap. Saat Yesus sedang berdoa itulah, Yudas Iskariot datang bersama tiga orang prajurit. Dia adalah salah satu murid Yesus. “Saudaraku, untuk itukah kamu datang? Dengan ciuman dan uang kamu menyerahkan Aku kepada mereka?”, tanya Yesus kepada Yudas Iskariot.

Kisah Yesus dijual oleh muridnya sendiri menjadi salah satu narasi penting dalam proses kisah sengsara Yesus. Karena setelah itu Yesus dibawa ke Mahkamah Agama. Dihadapan Mahkamah Agama yang dipimpin oleh Kayafas, Yesus mulai dihujat. Dia mulai dihina serta dipertanyakan apakah Dia sungguh mesias? Namun, Kayafas tidak merasa memiliki hak untuk menghukum Yesus, meskipun orang banyak sudah berteriak, “Dia harus dihukum mati!”. Akhirnya, Kayafas pun mengirim Yesus ke Pontius Pilatus yang waktu itu menjadi wakil dari pemerintah Romawi. Di tengah kerumunan orang banyak yang menggiring Yesus ke Pontius Pilatus masih ada satu adegan yang tidak bisa dilupakan yaitu penyangkalan Petrus sebanyak tiga kali. Penyangkalan yang sudah diramal oleh Yesus sendiri. Petrus sempat menatap wajah Yesus dan lalu menyesal. Petrus lari sambil menangis.

Di hadapan Pontius Pilatus inilah “perdebatan” tentang kekuasaan digambarkan begitu sengit. Pilatus sebagai wakil pemerintah Romawi sudah mendengar tentang “klaim” Yesus sebagai penguasa orang Yahudi. Maka, dari kaca matanya, Pilatus selalu mempersoalkan tentang kekuasaan Yesus itu. Dalam sistem pemerintahan Romawi, Pilatus tahu bahwa ada Raja Romawi yang harus dijunjung, dihormati dan dibela, dan sekarang ada seorang Yesus yang berani mendaku dirinya sebagai seorang raja. Percakapan panjang terjadi dalam adegan ini. Dalam catatan sejarah, adegan Yesus dihadapan Pilatus inilah yang kemudian melahirkan tulisan yang sangat terkenal di salib Yesus, yaitu I N R I. Tulisan itu merupakan kepanjangan dari bahasa Latin: Iesus Nazarenus, Rex Iudaerum (Yesus Orang Nazaret, Raja Orang Yahudi).

Pilatus sebenarnya juga tidak menemukan kesalahan pada diri Yesus, namun atas desakan orang banyak dia menjadi bimbang untuk mengambil keputusan. Claudia, istri Pilatus, bahkan mendorong dia agar tidak mengorbankan Yesus demi jabatan. Dia meminta Pilatus untuk bertobat. Tetapi hal itu justru membuat Pilatus bingung. Di tengah kebingungan itu, Pilatus kemudian menyodorkan solusi kepada tekanan orang banyak yang menuntut Yesus dihukum mati yakni dengan membebaskan seorang tawanan. Dalam tradisi Yahudi, pada masa Paskah biasanya pemerintah Romawi memberikan remisi hukuman kepada salah satu tahanan. Maka Pilatus pun menyodorkan Barabas kepada orang banyak. Dia berkata, “Maukah kalian, supaya aku membebaskan raja orang Yahudi ini bagimu? Atau Barabas, seorang penjahat yang telah banyak menyusahkan kalian semua?” Jawab orang banyak, “Jangan dia, melainkan Barabas. Bebaskan Barabas!!”

Pilatus sebenarnya masih ingin menahan agar Yesus tidak dihukum salib, namun hanya dicambuk saja agar Yesus tidak mati di salib. Namun, tekanan orang banyak semakin menggila dan membuat Pilatus, demi jabatannya, akhirnya cuci tangan di sebuah tempayan sambil berkata, “Lihatlah, aku mencuci tanganku, tanda aku tidak bertanggungjawab atas darah orang ini!” Adegan ditutup dengan Imam Agung, diperankan oleh Romo Guntoro, dengan membanting tempayan. Dan saat itulah, adegan jalan salib dimulai. Yesus yang tidak bersalah harus diolok-olok, diludahi, dicambuk dan akhirnya diberi mahkota duri. Yesus kemudian diminta untuk membawa salib kayu yang berat menuju bukit tengkorak, yang dalam bahasa Ibrani sering disebut Golgota.

Dalam perjalanan menuju Golgota, Yesus mengalami penyiksaan yang luar biasa sebagai manusia. Beberapa kali Yesus harus jatuh dibawah salib yang dibawanya. Pada adegan Yesus jatuh kedua kalinya, tablo kali ini sangat pas dengan masyarakat di Indonesia, yaitu saat Simon dari Kirene diminta untuk memanggul salib Yesus. Adegan ini seolah mengingatkan kita semua pada situasi masyarakat setelah PEMILU yang harus kembali menanggung situasi masyarakat yang porak-poranda akibat dari hujatan, makian, cemoohan dan saling melempar kebencian di antara saudara sebangsa. Kita seolah diajak untuk kembali memanggul salib “sosial” kita bersama untuk menuju Golgota.

Memang di bukit itu, Yesus akan menemui ajalnya di kayu salib. Namun, setelah ajal menjemput, keteguhan sikapNya untuk membela kedosaan umat manusia akan paripurna sebagai manusia. Setelah tiga hari, sebagai imbalan atas tekad kuat untuk mencintai umatnya, Yesus yang mati itu akan dibangkitkan oleh Allah Bapa. Itulah Paskah bagi umat beriman. Seperti juga Simon dari Kirene yang bersedia memanggul salib Yesus, kita semua diajak untuk memanggul salib “sosial” kita bersama, agar kita bisa bangkit bersama sebagai manusia untuk menatap hari depan penuh harapan dan iman.

No comments:

Post a Comment

MAY DAY 2019: KAMI PEKERJA, KAMI BUKAN BUDAK!!!

(feature ini sudah dimuat d Koran Suara Hong Kong 7/5/2019) Lima perempuan mengenakan pakaian hitam dan matanya ditutup dengan kain ka...