(reportase pemilu Hong Kong 2019. Dimuat di Koran Suara Hong Kong)
Para pemilih sudah menyemut sejak pagi untuk menggunakan hak
pilihnya. Mereka yang sebagian besar adalah para PMI (Pekerja Migran Indonesia)
yang berada di Hong Kong ingin menggunakan hak suara sebagai warga negara
Indonesia. Pemilu di Hong Kong-Macau dilakukan secara serentak di empat lokasi
(Minggu, 14/04/2019) yaitu: Wan Chai, Tsim Sha Tsui (TST), Yuen Long dan Macau.
Ada 31 TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang tersebar di empat lokasi tersebut
yang pembagiannya sebagai berikut: TPS 1 – 16 berada di Queen Elisabeth (Wan
Chai), TPS 17 – 22 di Kai Fong (TST), TPS 23 – 30 bertempat di Town Hall (Yuen Long) dan TPS 31 berada di Kai Tap Shek
(Macau).
Hanya dalam hitungan menit, para pemilih sudah mengular di
luar lokasi-lokasi pemilihan. Sistem layanan untuk para pemilih memang dibuat
berlapis untuk mengecek data para pemilih. Saat masuk ke lokasi tempat
pemungutan suara, para pemilih wajib melaporkan datanya ke front desk. Para
petugas front desk akan melakukan scanning data. Prioritasnya adalah mereka
yang sudah memegang kartu C6. Bagi pemegang kartu C6 akan mendapat giliran
untuk melakukan pencoblosan pertama karena sudah terdata sebagai DPTLN (Daftar
Pemilih Tetap Luar Negeri). Sebagian dari DPTLN ini juga sudah melakukan
pencoblosan surat suara lewat pos. Mereka yang langsung datang ke TPS adalah
mereka yang belum melakukan pencoblosan lewat pos. Baru setelah para pemegang
kartu C6 selesai melakukan pencoblosan, kesempatan akan diberikan kepada mereka
yang mendaftar sebagai DPK (Daftar Pemilih Khusus). Para pemilih DPK ini,
mereka yang mendaftar dengan menggunakan paspor atau A5. Prosedur pemilihan,
baik yang membawa C6 dan yang DPK harus melalui front desk untuk melewati
proses scanning.
Proses scanning ini sebenarnya sudah dibuat dengan
menggunakan teknologi yang cukup canggih, yaitu dengan scan QR. Harusnya sistem
ini bisa mempercepat proses pendataan di front desk, namun justru sangat
menghambat proses. Baik di TST dan Yuen Long, antrian semakin mengular saat
para petugas front desk melakukan scanning data para pemilih. Sedangkan mereka
yang masuk ke TPS tidak sebanding dengan mereka yang antri. Misalnya saja, para
pemilih yang masuk ke bilik suara di setiap TPS di TST, pada saat loket
pemungutan suara dibuka memang tidak langsung membludak. Situasi ini memang
berlangsung sampai jam 12 siang. “Semua bilik suara harus dipenuhi dengan para
pemilih, jangan ada yang kosong,” demikian teriak Nurul Qiriah menginstruksikan
kepada petugas di TPS. Teriakan itu membuat kita semua bersemangat untuk
mempercepat proses layanan di TPS. Di TST sendiri sudah sibuk
melayani para pencoblos sejak pagi. “Saya sarapan pagi, sambil melayani para
pencoblos,” demikian kata Ditto petugas KPPSLN di TPS 19.
Menjelang tengah hari, antrian semakian “menggila”. Korlap
memberi instruksi keras agar semua bilik suara untuk setiap TPS agar diisi oleh
para pencoblos. Tidak mungkin situasi ini dibiarkan. Hal yang sama juga terjadi
di Yuen Long. Bahkan di TPS 29, Yuen Long, air sempat mengalir ke ruang
pencoblosan karena hujan lebat yang mengguyur Hong Kong. Namun seperti antrian di TST, Yuen Long pun dipadati antrian para pemilih yang ribuan jumlahnya. "Ribuan orang memadati lokasi di Yuen Long. Untung bahwa di dekat lokasi itu ada semacam lapangan. Maka sebagian orang yang sudah mulai berjejalan dialihkan ke tanah lapang. Dari sana terus diatur mana yang memegang C6 dan yang tidak memegang C6," demikian cerita Betty seorang petugas Panwaslu.
Situasi TST dan Yuen Long hampir mirip. Serbuan para pemilih nyaris tidak terkendali. Tidak mungkin semua pemilih bisa terlayani jika tidak ada keputusan untuk mengubah sistem pencoblosan. Melihat situasi kritis tersebut, sekitar pukul 12.30, ada keputusan dibukanya layanan tanpa scanning. Koordinator lapangan memberikan pengumuman bahwa antrian sudah terlalu panjang, maka strategi diubah bahwa semua pemilih yang membawa C6 tinggal lapor saja di front desk dan petugas hanya melingkari nomor pada C6 tanpa scanning.
Situasi TST dan Yuen Long hampir mirip. Serbuan para pemilih nyaris tidak terkendali. Tidak mungkin semua pemilih bisa terlayani jika tidak ada keputusan untuk mengubah sistem pencoblosan. Melihat situasi kritis tersebut, sekitar pukul 12.30, ada keputusan dibukanya layanan tanpa scanning. Koordinator lapangan memberikan pengumuman bahwa antrian sudah terlalu panjang, maka strategi diubah bahwa semua pemilih yang membawa C6 tinggal lapor saja di front desk dan petugas hanya melingkari nomor pada C6 tanpa scanning.
Petugas front desk hanya bertugas mendata yang tidak membawa
C6. Keputusan inilah yang membuat antrian di TPS kebanjiran pencoblos. Koordinator
lapangan dan relawan yang mengatur antrian lantas berjibaku untuk mengatur
barisan agar langsung bisa terseleksi bagi mereka yang membawa C6 dan tidak
membawa C6. Namun, itu belum mengatasi antrian yang luar biasa panjangnya, maka
ada keputusan lagi bahwa pemilih boleh melakukan pencoblosan dengan menunjukkan
HKID dan paspor. Dengan keputusan ini, maka proses di TPS semakin cepat sekali,
tidak ada jeda bagi para petugas di TPS untuk berhenti melayani pemilih. Kita
bisa “break” karena terpaksa untuk buang air kecil. Para pencoblos tidak lagi
menunggu sambil duduk, namun sudah berdiri berdesakan di TPS. Situasi seperti
ini tidak berhenti sampai dengan jam 19.00. Para relawan terus
mengatur antrian agar semua pemilih bisa masuk ke TPS secara bergantian.
Keputusan untuk meniadakan scanning diganti dengan
sistem manual dan diperbolehkannya para pemilih yang tidak membawa C6 untuk
memilih dengan menunjukkan HKID dan paspor saja, telah mengurai antrian panjang di
TST dan Yuen Long. Ribuan pemilih di Hong Kong sudah diselamatkan hak pilih mereka karena
keputusan untuk kembali ke sistem manual.
No comments:
Post a Comment