(daur ulang dari status di FB dan perlu dikomprehensifkan..hehe..)
1. Pekerja Migran dan Pemilu di HK
Tanggal
14 April 2019, WNI di Hong Kong Macau berkesempatan untuk menggunakan
Hak Pilih mereka. Sebagian besar konstituen adalah para PMI atau Pekerja
Migran Indonesia. Mereka juga sering dipanggil sbg migrant domestic
workers. PMI merupakan salah satu penyokong devisa NKRI. Para perempuan
luar biasa ini, kemarin begitu antusias ingin menggunakan hak pilih
mereka. Sejak pagi mereka sudah mengular di jalan2 protokol Hong Kong.
Hujan tdk menyurutkan semangat mereka utk tetap bertahan. Animo politik
PMI yg luar biasa. Mereka sadar bhw pilihan mereka akan menentukan nasib
mereka dan bangsa mereka. Pesta demokrasi kita lakukan dgn sabar utk
antri. Kita jadi paham bhw di antara para PMI, PEMILU kali ini benar2
telah membuka kesadaran politik mereka. Jangan abaikan hak dan kekuatan
PMI. Hidup para pekerja migran Indonesia...
Kemarin
saya diberi kesempatan untuk mjd "petugas" KPPSLN di Hong Kong.
Proses demokrasi memasuki etape akhir dgn pemungutan suara dan kemudian
penghitungan suara. Ribuan WNI menggunakan hak pilih mereka. Sebagian
besar dari mereka adalah PMI atau pekerja migran Indonesia. Loket
coblosan dibuka jam 9 pagi sampai dengan jam 19. Pencoblos tak henti
terus berdatangan. Kita tdk sempat berhenti utk makan. Lapar bisa hilang
dgn adrenalin utk melayani para pemilih yg ribuan jumlahnya. Tapi
kencing memang susah ditahan. Dalam situasi itu gontok2an yg panas di
media sosial tentang dua kubu (kampret vs cebong) sirna. Memang kita kan
wajib netral...
Kesan lain adalah para pemilih yg ingin mencoblos dgn benar agar
suaranya sah. Banyak dari PMI yg belum paham, maka sambil membagikan
surat suara mulut tak berhenti ngoceh utk menjelaskan prosedur mencoblos
yg benar dan sah. Apalagi lembar surat suara anggota DPR yg
buanyyaaaakkkk itu. Biyunng. "Bingung Pak...pokoknya tak coblos!",
begitu kata seorang pemilih. Asal dicoblos satu sah. Terserah mana yg
mau dicoblos asal di dalam kotak. Hadeeuhhh anggota legislatif kok tdk
cukup dikenal ya? Begitu pikirku. Padahal mereka kan mesin partai. Tentu
lbh mudah menjelaskan paslon presiden dan wakilnya di tengah keriuhan
itu. Lihat wajah dan nomernya terus coblos. Coblos wajahnya saja. Ada
mbak2 yg tertawa terpingkal2 saat saya jelaskan utk coblos wajahnya.
Pasti sah. Debat tentang ekonomi Indonesia yg salah arah kebijakan
ekonominya terus menguap. Saya tdk tahu para perempuan PMI dibilik suara
mau nguncek2 wajah siapa di bilik suara saking gemesnya, pokoknya kita
sdh jelaskan dgn baik. Tenggorokan sampai kering. Bayangpun jam 9 pagi
sampai 7 malam, kita gak berhenti ngoceh. Luuaarrr biasa memang animo
politik utk mencoblos kali ini, pasti penghitungan suara akan lebih
panas. Tapi syukur di Hong Kong diguyur hujan seharian, bagi mbak2 yg
masih teriak2 Jokowi dan atau Prabowo masih adem hatinya. Meski kabarnya
masih banyak yg belum bisa nyboblos krn TPS sdh ditutup....bisa2 sampai
jam 12 belum selesai. Gemporrrr deh.... Tapi no problemlah demi demokrasi di NkRI...
3. Bilik Suara Sebagai Ruang Sakral (Politik)
Bilik
suara di pemilu kali ini ternyata sebuah ruang sakral. Memasukinya bisa
bikin gugup. Kemarin saat saya menjadi petugas KPPSLN Hong Kong banyak
kejadian "lucu" di antara pemilih yg sebagian besar adalah perempuan
PMI. Ada yg setelah dipanggil, tanpa ambil surat suara langsung mau
masuk bilik suara. Saya teriaki, "Wueee Mbak...sing arep dicoblos opo?
Kok tidak ambil surat suara?" Maka terpingkalah Si Mbak. Para saksi juga
tertawa. Kejadian ini tidak satu dua kali. Namun berkali-kali.
Ada
yg setelah dipanggil, ambil surat suara langsung mau dimasukan kotak
suara. Untung para saksi itu tahu dan kasih peringatan, "Coblos seekkk
mbak!". Tertawalah dia. Ada yg setelah keluar dari bilik suara, bingung
cari HKIDnya. Rupanya tertinggal. Ada yg dipanggil berkali2 kok tdk
nongol2, ke mana orangnya? Rupanya sudah asyik di bilik suara, tanpa
dipanggil, Si Doi langsung minta surat suara. Saya juga tidak sadar
juga. Rupanya dia main coblos saja...hehe...petugas yg tukang panggil
sampai emosi. Lah suaranya sampai serak2 basah je manggil mbaknya....
Ada
yang jujur dgn polos bertanya kalau tidak tahu caranya mencoblos.
Bertanya sambil wajah gugup. Ada juga yg memakai pakaian wayang,
layaknya Gatotkaca. Dengan gagah datang mau mencoblos. "Welah mabur
dari angkasa mau nyoblos nih Mbak?", tanyaku. Mbaknya dgn mantab
menjawab iya mas. Demi pasangan paslon pujaan. Mbaknya langsung mau
tampil wayang orang rupanya. Ada yg nyoblos pakai pakaian rumbai putih
mau pesta. "Wuaaahh...pesta demokrasi nih mbak? Pakai dandan khusus, "
saya iseng bertanya. "Iyo tho Pak, 5 tahun sekali" sambil menyembunyikan
kalau gugup. Silahkan nyoblos mbak, tidak usah gugup. Teman2 mahasiswa
di Hong Kong yg datang nyoblos utk pertama kalinya, juga tdk bisa
menutupi kalau gugup. Tidak tahu gimana cara nyoblosnya. Iya kita
terangkanlah supaya bisa nyoblos dgn tenang.
Ada
yg terima surat suara terus berjalan muter2 tidak masuk ke bilik suara.
Dgn wajah tegang membawa surat suara di tangan. Padahal sudah melihat
yg lain habis terima surat suara langsung masuk bilik suara. Benar2
tegang wajahnya. Petugas hrs menunjukkan jalan ke bilik suara. Ada juga
yg setelah nyoblos pakunya dibawa keluar. Boleh gugup, tapi pakunya
jangan dibawa pulang kelesssss....kan yg lain butuh untuk nyoblos...
Tidak
sedikit yg gugup saat masuk ke bilik suara dgn membawa dua lembar surat
suara. Pemilih luar negeri hanya memilih paslon presiden dan wakilnya
serta caleg DPR RI. Coba bayang pun...kalau harus bawa 5 surat suara.
Gimana simbah2 yang sudah tua harus memilih di lima lembar surat suara,
apa tidak gugup? Pemilu kali ini memang sangat emosional. Kampanye yg
bertubi2 menghujani media sosial, rupanya membangkitkan perasaan fanatik
emosional tertentu. Menjatuhkan pilihan, terutama kepada paslon
presiden dan wakilnya, tidak sekedar nyoblos, tetapi dgn segenap hati
dan rasa yg membuncah. Gugup deh jadinya...
Sebagai
petugas TPS, saya memilih nyoblos terakhir, setelah semua pemilih
selesai antrian. Selain karena saya sebagai pemilih DPK (harus memilih
terakhir), tetapi sebenarnya malu kalau ketahuan gugup juga masuk ke
bilik suara.....
Bilik suara sudah menjadi ruang sakral (politik)....waduhhhh...
Bagi
teman2 para pengurus partai dan juga calon legislatif, selain berkoar2
soal janji, mungkin akan lebih baik juga mendidik konstituen Anda dgn
memberikan penjelasan yg baik tentang cara mencoblos dan syarat2nya. KPU
sdh memberikan banyak informasi terkait hal2 praktis tentang pemilih
(hak dan prosedur) nya utk memilih. Kalau ada pendukung yg sdh demen dgn
partai Anda dan Anda sbg calon legislatif, tapi salah coblos di bilik
suara.... ya..sia2lah kampanye Anda. Kehilangan satu suara kan
lumayan...
5. Mental Bipolar dan Hasil PEMILU
Beberapa
minggu sebelum pemilu 17 April 2019, saya meneruskan ulasan kesehatan
tentang penyakit bipolar. Dua gelala bipolar akut adalah halusinasi dan
delusi. Sungguh saya sangat khawatir dan berempati bhw gejala ini akan
menyerang 45 persen lebih dari para pemilih yg sdh menentukan hak
pilihnya. Coba bayangkan dari 190 juta pemilih, 45 persen akan terserang
bipolar jika produksi "klaim" kemenangan itu terus dilakukan lewat
media sosial. Emangnya yg 54 persen bisa hidup santai dan tenang
berdampingan dgn mereka yg terkena bipolar? Tidak mudah tentunya.
Pertanyaannya, bagaimana kita harus kendalikan agar bipolar masif ini
tdk terjadi?
Dalam bimbingan konseling, kita sering diajari bhw
menghadapi mereka yg terkena gejala mental bipolar, para pembimbing
harus lebih banyak mendengar, tenang, berempati tetapi tdk larut secara
emosional, sabar, memberikan rasa nyaman, dan tentu tetap respek kepada
"klien", karena apa pun situasinya "klien" adalah manusia. Harapannya,
54 persen pemilih bisa tetap respek kpd yg 45 persen dan tidak
menertawakan gejala mental bipolar itu, karena bisa menambah buruk
situasi "klien" agar "klien" bisa kembali sadar dan merasakan kembali
fungsi dari akal dan nalarnya utk menyadari situasi diri mereka yg
sesungguhnya sebagai manusia.
Catatan kecil di Good Friday.
Sheung Wan, 19 April 2019
No comments:
Post a Comment