PSI adalah partai baru. Partai anak muda yang cukup berani untuk bersuara
berbeda. Grace Natalie dan Tsamara Amany menjadi "icon" dari PSI. Sosok
perempuan yang tidak sekedar cantik, tapi cerdas dan berani. Dua kali
mencoba mengikuti dari dekat Tsamara memaparkan perspektif politiknya.
Khas anak muda, tetapi cukup okaylah untuk belantara politik partai
Indonesia, yang bagi saya tidak cukup menarik. Karena secara pribadi saya
sudah jatuh cinta dgn Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dihancurkan oleh
rezim Orde Baru. Tidak ada partai yang ideologinya sejelas PKI. Setelah
partai itu dilarang (tapi belum dibubarkan).
Identitas PKI akhirnya menjad
alat politik bagi kelompok yang merasa perlu untuk menghantam lawan. Sampai
pemilu ini pun, reproduksi tentang PKI masih cukup kuwat. Padahal secara real
politik PKI sudah tidak ada lagi. Tentu PSI tidak bisa dibandingkan dengan PKI.
Walau saya sering berharap bahwa huruf "S" itu bisa diganti sosialis. Tidak
sosialisme dalam arti ketat, paling tidak sosialisme a la Sutan Syahrir.
Tapi, sekali lagi. Tidak bisa dibandingkan karena situasi dan zaman sudah
berubah. Dalam sebuah perubahan itu PSI hadir dan cukup bisa mewakili gaya
milenial. Meskipun ini perlu bukti sejauh mana PSI bisa merengkuh hati
milenial. Paling tidak PSI bisa hadir dengan gaya lain dibandingkan Partai
Berkarya (atau yang sejenis) yang masih rindu Orde Baru. Jika PSI bisa lepas
dari cengkraman bayang-bayang Orde Baru, itu sdh lumayanlah, dibanding
partai-partai lain yang gaya gubernatio-nya masih menggunakan klan dan darah biru
model partai Orde Baru.
PSI juga masuk dalam kategori partai yang mengusung
nasionalisme, mencoba menghindar dari aroma agama (yang kanan). Tidak mau
terjebak pada kecondongan agama untuk mendulang suara. Dia mau melawan
perda-perda berbasis syariah. Sikap politik yang jelas tidak populer di Indonesia
yang masyarakatnya sangat agamis. Selain itu ada sedikit perhatian pada
kaum "buruh" walau belum cukup bisa mewakili suara mayoritas kaum buruh.
Meski saya tahu bahwa salah satu tokoh PSI ada anak muda yang benar-benar2 menguasai isu buruh. Lepas dari semua itu, dalam persepktif gender
(maskulin) dalam media massa (sosial) PSI cukup "eye cathing" dengan dua
figur perempuan yang bergaya milenial (semoga juga progresif). Gaya
komunikasi yang renyah dan mencitrakan diri sebagai partai yang ringan dan
happy.
Dunia politik itu tidak harus mewajah dalam dahi yang berkerut dan mulut
yang berbusa untuk menyampaikan propagandanya. Tetapi bisa lebih segar dengan
gincu dan maskara. Warna merah yang menantang tetapi membuat happy dan
bukannya hati ciut. Sungguh berbeda dengan sebuah partai yang diorganisir
orang-orang yang bertampang serius dan kalau duduk rapat ruangan penuh asap
rokok dan bau kopi...
PSI berhasil mematahkan imajinasi tentang partai yang penuh dengan asap
rokok. Semoga PSI bisa menghabisi polusi asap rokok di dunia politik
Indonesia yang bikin sesak napas. Apakah saya lantas pendukung PSI? Nanti
dulu...
No comments:
Post a Comment